Ini hanya testing pada artikel lengkap fsfdsf ...
Jumat, 11 Juli 2025 | 16:08 WIB Penulis :
Tumbuh kembang anak tentunya menjadi hal yang perlu diperhatikan utamanya pada periode emas 1.000 hari pertama kehidupan, sejak dalam kandungan hingga berusia 2 tahun.
Sejak anak lahir, tinggi badan menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan para orang tua. Ini karena tinggi badan dapat menentukan dan mencerminkan status gizi anak.
Stunting misalnya, dikutip dari laman Kementerian Kesehatan stunting adalah suatu kondisi gagal tumbuh pada anak yang ditandai dengan nilai score Z atau tinggi badan anak berada di -2.00 SD/standar deviasi pada kurva pertumbuhan.
Stunting menjadi salah satu momok menakutkan bagi para orang tua, sebab kondisi ini memberikan sinyal bahwa kebutuhan gizi anak sangat kurang dan tentu akan membuat tubuh anak menjadi lebih pendek dari anak seusianya.
Stunting selalu ditandai dengan tubuh yang pendek, namun tidak semua anak yang pendek itu karena stunting. Selain stunting, pendek juga bisa karena stunted atau perawakan yang pendek.
Secara definisi, stunted adalah tinggi badan anak dibawah -2 SD(standar deviasi) pada tinggi badan menurut usia yang disebabkan oleh kondisi normal atau patologi (tidak normal). Stunted juga lebih sering dikenal dengan perlambatan pertumbuhan.
Pada kondisi normal umumnya karena genetik, status gizi anak terlihat dari berat badan yang menunjukan angka yang ideal. Kemudian jarang sakit dan memiliki kecerdasan ataupun kemampuan motorik yang sesuai dengan usianya.
Berikut secara rinci perbedaan stunting dan stunted dikutip dari berbagai sumber.
Penyebab Stunting dan Perawakan Pendek
Stunting disebabkan oleh kekurangan gizi yang berkepanjangan, bahkan sejak dalam kandungan.
Masih dalam artikel Kemenkes, Bayi yang terlahir dengan panjang badan kurang dari 48cm atau berat badan lahir rendah (BBLR) 2,5 kg atau kurang berberisiko lebih tinggi mengalami stunting.
Bahkan ada risiko ia sudah mengalami kekurangan gizi sejak dalam kandungan. Kondisi bayi yang terlahir kurang gizi akan memiliki daya tahan tubuh yang lemah, akibatnya akan membuatnya lebih mudah terinfeksi beragam penyakit.
Jika mudah sakit, ini akan semakin menyulitkan tubuh untuk menerima porsi dan gizi dari makanan secara maksimal. Sebab itu, stunting juga bisa disebabkan karena infeksi berulang.
Selain itu, dikutip dari laman Hello Sehat, stunting juga bisa disebabkan karena kurang air bersih, kurangnya stimulasi psikososial atau kurangnya kedekatan ibu dan anak.
Hal ini pula yang mendorong pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) luncurkan program-program pencegahan stunting pada kalangan remaja atau sejak sebelum menikah.
Agar para calon orang tua memiliki pemahaman dan dapat mencegah anak mengalami stunting sejak dini. Karena pada dasarnya stunting merupakan kondisi yang dapat dicegah.
Berbeda dengan stunting, stunted dapat disebabkan dua kondisi, kondisi normal atau kondisi patologi (tidak normal). Kondisi normal yaitu karena faktor genetik, yang artinya anak terlahir dari orang tua yang juga memiliki perawakan yang pendek.
Sementara kondisi tidak normal umumnya karena kelainan hormon, kelainan kromosom, kelainan tulang atau penyakit yang diderita. Beberapa sumber menyebutkan anak yang mengalami kelainan atau penyakit akan mengalami perlambatan pertumbuhan karena kecemasan, stres dan tekanan yang menghambat pertumbuhan.
Dampak Stunting dan Perawakan Pendek Terhadap Perkembangan
Professor of Community Medicine and Public Health Universitas Andalas, Hardisman Dasman mengatakan stunting menjadi ancaman untuk kualitas hidup anak di kemudian hari. Kekurangan gizi akan berdampak pada perkembangan kognitif dan motorik.
Otak anak membutuhkan gizi yang cukup untuk dapat tumbuh dan berkembang, jika pada masa periode emas anak kekurangan gizi maka bisa menghambat perkembangan otak.
“Pada umumnya anak akan memiliki kecerdasan intelektual di bawah rata-rata dibandingkan anak yang tumbuh dengan baik,” tulis Prof Hardisman dalam artikel The Conversations.
Selain itu, anak-anak yang mengalami stunting akan memiliki fisik yang lemah, dan membuatnya lebih mudah terpapar penyakit. Anak-anak yang mengalami stunting juga tidak dapat memiliki tinggi badan yang ideal hingga dewasa. Sebab itu stunting sangat berdampak pada kehidupan anak di masa depan.
Sementara pada anak berperawakan pendek yang umumnya akibat faktor genetik, akan tumbuh seperti anak normal meskipun tumbuhnya lebih pendek. Ini karena kebutuhan gizi tetap terpenuhi sehingga tumbuh kembangnya akan tetap optimal.
Bahkan anak berperawakan pendek sangat mungkin untuk mengalami lonjakan pertumbuhan seperti anak seusianya saat masa pubertas.
Mencegah Stunting dan Perawakan Pendek
Dokter Spesialis Anak, Meta Hanindita dalam sebuah postingan di akun edukasi miliknya menjelaskan stunting sangat mungkin untuk dicegah, dengan memberikan porsi gizi seimbang dan adekuat sejak dalam kandungan dan dilanjutkan saat anak terlahir dengan pemberian ASI ekslusif dan porsi MPASI yang sesuai rekomendasi WHO atau Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Tidak lupa untuk memastikan kondisi lingkungan anak bersih, seperti tersedianya sanitasi yang baik dan air bersih. Hal ini untuk menghindari anak terpapar berbagai macam penyakit dan infeksi.
Sementara itu, pada anak dengan perawakan pendek meski gizi dan faktor lainnya telah terpenuhi namun sulit dihindari terutama jika dipengaruhi faktor genetik. Namun, seiring bertambahnya usia anak bisa mendapat tinggi badan ideal saat masa pubertas, dan stimulasi serta kegiatan fisik lainnya.
Akan tetapi, untuk mendapatkan tinggi ideal saat pubertas, tubuh membutuhkan asupan gizi yang memadai termasuk dari lemak. Sebab itu, sejak balita hingga menjelang pubertas (9–15 tahun) anak tidak direkomendasikan menjalani diet namun harus memiliki berat badan ideal sesuai usia dan tinggi badan.
Masih dalam laman Hello Sehat, ada risiko anak berperawakan pendek mengalami keterlambatan pubertas. Pada kondisi ini dokter mungkin akan menyarankan untuk memberikan hormon pertumbuhan untuk merangsang pertumbuhan.
source : validnews.id
Penting untuk dipahami bahwa pola BAB setiap bayi bisa berbeda-beda. Beberapa bayi mungkin BAB setiap kali setelah menyusu, sementara yang lain mungkin hanya BAB sekali dalam beberapa hari. Selama bay...
Seorang Bunda mengeluh mengalami alergi makanan sejak hamil anak pertamanya. Mulanya sakit perut setelah makan telur, padahal tidak pernah alergi telur sebelumnya. Lalu, saat makan kacang tanah dan al...
Gejala COVID-19 pada Ibu Hamil dan Pengaruhnya pada Janin Hamil di saat pandemi Covid-19 dapat menimbulkan kecemasan, apalagi bagi ibu hamil yang rentan stress da...