Mengetahui Golden Child Syndrome

Selasa, 10 Januari 2023 | 14:31 WIB Penulis :


Pola asuh orang tua memiliki peranan penting dalam membentuk kepribadian seorang anak, yaitu anak menjadi pribadi yang baik atau kurang baik  tergantung dengan pola asuh. Contohnya pemberian reward atau punishment juga ikut andil dalam mempengaruhi kepribadian anak. Ketika anak melakukan hal baik atau memperoleh suatu pencapaian tentu saja akan menaruh rasa kebanggaan orang tua terhadap anak, sehingga orang tua senantiasa memberikan pujian kepada anak. Hal itu akan menjadikan anak merasa aman dan dihargai.

Disisi lain, ketika dengan pencapaian yang diraih anak tetapi orang tua memberikan pujian yang secara berlebihan dan menaruh harapan lebih atas pencapaian anak, tanpa disadari hal tersebut membuat anak akan merasa tertekan atau bahkan sebaliknya, anak menjadi pribadi yang narsistik. Hal tersebutlah yang mendasari adanya golden child syndrom.

Mengenal Makna Golden Child Syndrome

“Don’t make any mistake because you are special”

“You make me proud! Keep this good work”

“You are good kid, why you do that?”

“Mommy know you are talented”

Source by Jen.Psikolog.

            Semua kalimat diatas merupakan contoh kalimat positif yang memberi kesan bahwa orang tua menyayangi dan mengapresiasi anaknya namun pujian itu ternyata mengisyaratkan bahwa orang tua berekpektasi dan menuntut anak untuk melakukan hal-hal yang lebih baik lagi.

            Anak akan mengalami keadaan psikis yang tidak sehat bukan karena diabaikan ataupun mendapatkan perlakuan kurang baik, melainkan karena dicintai dengan tingkat berlebihan seperti dipuji dengan kapasitas yang tidak semua dimiliki oleh seorang anak. Contoh ketika seorang anak yang selalu mendapat peringkat 1 di kelas harus jatuh ke peringkat 5 karena ada beberapa mata pelajaran baru dan membutuhkan belajar lebih lama untuk berhasil memahami, tetapi orang tua yang telah memberi harapan tinggi akan menggunakan kalimat “Anak bunda dan ayah kan pintar, kenapa jatuh peringkatnya?” Dengan begitu anak akan merasa tertekan dan merasa harus terus menjadi peringkat 1 untuk memenuhi harapan orang tuanya.

            Sebutan the golden child memiliki makna “anak yang dibanggakan dan meraih suatu keberhasilan” dengan seringnya mendapat pujian tidak menutup kemungkinan anak merasa bahagia dan teristimewakan, tetapi mereka tidak dapat mendefinisikan alasan sebenarnya kenapa mereka harus merasa bahagia padahal itu suatu tuntutan dari orang tuanya. Pada dasarnya anak menginginkan untuk bisa dilihat dan diterima berdasarkan dirinya sendiri, yaitu apabila mereka melakukan suatu kesalahan, orang tua tetap mengakui kesalahannya dan memaafkan bukan malah disangkal atau ditutupi. Dengan adanya pujian berlebihan yang diberikan kepada anak, membuat anak merasa diserang dan disalahkan apabila mereka tidak berhasil melakukan suatu hal.

            Orang tua yang melihat anaknya dengan sudut pandang the golden child merupakan suatu hal yang kurang tepat. Setiap anak memiliki jalannya masing-masing, mereka hanyalah seorang anak dengan semangat tinggi yang akan salah arah dan gagal menemukan tujuan yang diinginkan ketika harus mengikuti semua ekspektasi dari orang tuanya. Seiring waktu berjalan, anak dengan predikat the golden child akan mengalami kehancuran ketika harapan yang ditanamkan gagal untuk terwujud. Dari beberapa fenomena di atas merupakan makna dari Golden Child Syndrome.

Mengapa pujian yang berlebihan bisa membuat anak menjadi pribadi yang narsistik?

            Gangguan kepribadian narsistik bisa terjadi dan berkembang pada masa kanak-kanak. Narsistik adalah gangguan mental yang ditandai dengan gejala khas, termasuk sering membanggakan diri sendiri dan merasa lebih superior dibanding orang lain. Pola asuh orang tua yang diterapkan pada anak memiliki pengaruh sangat besar dalam hal ini. Sebenarnya, keinginan untuk membanggakan diri sendiri adalah sifat wajar yang dimiliki semua orang namun juga harus diwaspadai jika sudah berlebihan karena bisa mengarah pada gangguan narsistik.

            Joshua Miller dan kolega (dalam Singal, 2016) menjelaskan, banyak sekali hal-hal yang selalu terpusatkan pada pola asuh, salah satunya dengan memberikan pujian, serta perhatian yang berlebihan dapat membentuk sebuah pemikiran narsistik dalam pikiran mereka seperti, “Karena orang tuaku bilang aku adalah orang paling spesial di dunia, maka aku adalah orang paling spesial di dunia”.

 Faktor lingkungan dan sosial menjadi dugaan yang paling berpengaruh dan signifikan terhadap timbulnya gangguan narsistik. Orang tua yang terlalu pemurah, selalu membolehkan, tidak peka, dan terlalu mengendalikan, juga diyakini sebagai faktor yang membentuk anak menjadi pribadi narsistik. Menurut Groopman dan Cooper (2006), ada beberapa faktor yang diidentifikasi oleh para peneliti sebagai pendorong perkembangan gangguan kepribadian narsistik, yaitu:

  1. Terdapat perilaku temperamen sejak lahir.
  2. Diberikan pujian berlebihan yang tidak seimbang dengan realita yang terjadi.
  3. Anak menerima pujian yang berlebihan untuk perilaku baik dan dikritik berlebihan untuk perilaku yang buruk.
  4. Terlalu dimanjakan dan dihargai secara berlebihan oleh orang tua atau anggota keluarga lainnya.
  5. Terdapat perilaku manipulatif yang diberikan dari orang tua.

Mengajak para orang tua untuk melakukan pola asuh yang sebenarnya

            Setiap orang tua memiliki hak dalam menentukan pola asuh yang terbaik untuk anaknya. Pola asuh yang permisif, otoriter, dan autoritatif merupakan jenis-jenis pola asuh yang dapat dipilih untuk mendidik dan membesarkan anak karena setiap pola asuh dapat mempengaruhi kepribadian dan karakter anak di masa mendatang. Dengan begitu, orang tua harus memastikan dan mempertimbangkan matang-matang jenis pola asuh yang tepat untuk buah hatinya.

Terlepas dari jenis-jenis pola asuh yang akan diterapkan pada anak, orang tua tidak diperkenankan untuk melakukan pola asuh dengan memberikan pujian yang berlebihan, menekankan keistimewaan pada anak, serta terlalu mengkritisi rasa takut dan kegagalan yang dialami pada anak. Berikut beberapa cara tepat yang dapat dilakukan setiap orang tua:

  1. Hindari memuji anak dengan berlebihan. Pada dasarnya anak suka dipuji, dan memberi pujian pada anak ketika mereka melakukan hal yang baik bisa membuatnya termotivasi untuk jadi lebih baik lagi. Namun sebaiknya tidak berlebihan dalam memuji anak, terutama pada hal-hal kecil yang seharusnya sudah jadi kewajiban anak.
  2. Jangan terlalu sering memberi kritik negatif kepada anak. Sering kali orang tua takut anaknya gagal, sehingga kemudian menekannya dan memberi kritikan, mungkin dengan maksud ingin anak lebih berkembang. Namun, terlalu sering memberi kritik negatif pada anak juga dapat membuatnya merasa buruk tentang dirinya sendiri dan akhirnya akan membuatnya mengembangkan narsisme sebagai mekanisme pertahanan dirinya. 
  3. Hindari sikap over protective terhadap anak. Over protective dan terlalu terobsesi dengan anak di satu sisi membuat anak merasa tertekan, tetapi disisi lain membuat anak menciptakan sikap narsistik dalam dirinya. Hal ini karena ia selalu dianggap penting, dilindungi, dan didahulukan oleh orang tuanya, sehingga ketika dewasa, tanpa sadar mereka jadi ingin orang lain juga bersikap seperti itu padanya. 
  4. Mengajarkan empati. Orang tua dapat menanamkan bahwa setiap orang punya keistimewaan dan kekurangan masing-masing, atau mengajaknya melakukan kegiatan amal. Dengan begitu, anak bisa tumbuh jadi pribadi yang bisa menghargai dan menghormati orang lain.

Anak merupakan sebuah anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh orang tua. Oleh karena itu, wajib bagi orang tua untuk menjaga, merawat, dan melindungi fisik terutama kesehatan psikis anak. Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, mereka pantas untuk dilihat dan diterima sebagai dirinya sendiri. Ketika mereka melakukan sebuah keberhasilan orang tua boleh memberikan pujian yang selayaknya karena mereka telah berhasil dalam suatu hal. Disisi lain, ketika mereka melakukan suatu kegagalan maka akui kegagalannya dan berikan apresiasi yang selayaknya, seperti “Tidak apa-apa anak bunda kalah, kamu sudah berjuang dan melakukan yang terbaik. Besok masih bisa belajar lagi kok.” Dengan apresiasi dan pujian yang sesuai takarannya anak merasa lebih luwes untuk melakukan hal-hal yang ia sukai tanpa memikirkan harapan tinggi dari orang tua ataupun orang sekitarnya.

Dengan menerapkan pola asuh yang sesuai, anak tidak akan merasa tertekan ataupun menjadi pribadi yang narsistik, merasa superior dan membanggakan diri secara berlebihan. Kemudian, orang tua juga bisa melihat perkembangan anak secara natural tanpa adanya dedikasi paksaan.

 “The Golden Child is freed to enjoy a momentous truth: that a life does not need to be golden in order to be valuable; that we can live in baser metal forms, in pewter or iron, and still be worthy of love and adequate self-esteem.” – Mengutip pada video YouTube The School of Life (2018).

Anak dengan predikat emas (the golden child) berhak mendapatkan kebebasan untuk menikmati suatu kebenaran, bahwa kehidupan tidak perlu emas untuk menjadi berharga. Mereka dapat hidup selayaknya anak-anak pada umumnya dan tetap layak mendapatkan cinta, serta harga diri yang memadai. Daripada menciptakan anak yang sempurna lebih baik membantu anak menemukan siapa dirinya yang sebenarnya (Jen.Psikolog, 2020).

Daftar Pustaka:

Gelantara, H. M. (2019) Hubungan antara kehangatan orangtua dan kecenderungan gangguan kepribadian narsistik pada mahasiswa Fakultas Psikologi pengguna Instagram di Universitas Medan Area. Medan, Sumatra Utara. Available at: http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/11615/1/138600123 – Hakeem Muhammad Gelantra – Fulltext.pdf.

Handayani, V. V. (2020) 5 Cara Mencegah Anak Agar Tidak Menjadi Narsistikhalodoc.com. Available at: https://www.halodoc.com/artikel/5-cara-mencegah-anak-agar-tidak-menjadi-narsistik (Accessed: 20 February 2021).

Life, T. S. of (2018) SELF-KNOWLEDGE: TRAUMA&CHILDHOOD The Golden Child Syndromewww.theschooloflife.com. Available at: https://www.theschooloflife.com/thebookoflife/the-golden-child-syndrome/ (Accessed: 20 February 2021).

Source : https://psikologi.unnes.ac.id/

Artikel Lainnya

Bagi si Kecil, hari pertama sekolah bisa menjadi saat-saat yang mendebarkan. Sebagian anak menyambut hari pertama sekolah dengan riang namun ada juga yang merasa cemas. Sebagai orang tua, pasti Mom&nb...

Jika Bunda mengalami anak yang menjadi cengeng sejak dia memiliki adik, sudah jelas si kakak mengalami regresu, antara lain terjadi kemunduran dari bisa pipis sendiri menjadi pipis di celana, menjadi ...

1. Fase Tidak Suka Nasi Apabila minggu ini ia tidak suka warna dan bentuk nasi, bisa jadi 2 minggu kemudian ia tidak suka warna dan bentuk pasta, brokoli, atau makanan lain.  Hal ini normal...

Anak tidak bisa ‘diam’, adalah hal biasa. Membuka tutup pintu lemari berulang-ulang, mengosongkan isi keranjang dan menyembunyikan sesuatu, adalah cara anak mengeksplor apa yang ada di sek...

WhatsApp ×
Hai Mom, kami siap membantu anda ..
Kami Online
Senin - Jumat : 08:00 - 17:00 WIB
Minggu & Hari Besar kami LIBUR
Jika ada pertanyaan silahkan menghubungi kami 🤗
......................................................