Waspada Vaksin Palsu

Jumat, 24 Juni 2016 | 13:55 WIB Penulis : Erni Wulandari


Media massa sedang ramai memberitakan tentang terbongkarnya praktik pembuatan vaksin palsu atau ilegal oleh Bareskrim Mabes POLRI. Ada 5 orang yang berhasil diamankan dari penggerebekan di pabrik vaksin palsu di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan, tersebut. Dari para tersangka yang sudah dibekuk, penyelidikan masih dikembangkan untuk mencari tahu, ke mana saja vaksin palsu tersebut sudah didistribusikan. Sementara ini, barang bukti berupa vaksin Polio, BCG, hepatitis, dan lain-lain sudah diamankan oleh pihak berwenang.

Membaca berita itu, sebagai orang tua, Anda tentu merasa was-was dan resah. Apa bahayanya, jika sampai anak-anak mendapatkan vaksin palsu? Untuk itu, Parenting Indonesia menghubungi DR. dr. Nita Ratna Dewanti, SpA, dokter spesialis kesehatan anak dari  RS Premiere Bintaro, Tangerang, untuk mendapatkan penjelasan. Jangan sampai, karena kasus tersebut, orang tua jadi enggan membawa anak-anak divaksinasi (Baca juga beberapa hal tentang pemberian vaksin yang perlu Anda perhatikan).

Apa bahayanya?
Menurut dr. Nita, sebenarnya bahaya dari vaksin palsu sendiri sangat relatif. “Tergantung efek dari bahan yang dimasukkan ke botol ampul vaksinnya, ya. Kalau hanya cairan saja, masih tidak berbahaya, walaupun tidak akan ada efek vaksinnya. Tetapi kalau ada bahan berbahaya lain yang dimasukkan, maka anak bisa mengalami gejala atau gangguan kesehatan, sesuai efek bahan yang digunakan,” ujarnya.

Bagaimana mengantisipasinya?
Masih menurut dr. Nita, sebenarnya setiap rumah sakit besar terstandar atau terakreditasi sudah memiliki standar pembelian vaksin dari distributor resmi. Selain itu, sebelum sampai di tangan dokter spesialis anak, vaksin biasanya sudah diperiksa tanggal kedaluwarsa, nomor registrasi, kelayakan isi, dan kemasan vaksin, oleh instalasi farmasi rumah sakit. Farmakolog umumnya memiliki keahlian untuk mengetahui ciri fisik vaksin yang baik digunakan. “Jadi, sebenarnya vaksin yang diberikan cukup bisa dipertanggungjawabkan oleh tenaga kesehatan,” ujar dr. Nita. Namun demikian, hal yang sama belum tentu dapat diberlakukan di klinik kecil atau praktik pribadi, yang memiliki keterbatasan tenaga kerja.

Yang perlu diwaspadai orang tua?
Nah, jika terjadi gejala mencurigakan setelah anak mendapat vaksin (atau umum disebut kejadian ikutan pasca imunisasi/KIPI), seperti demam tinggi, lemas, kejang, lumpuh, atau demam lebih dari 3 hari, segera bawa anak kembali ke dokter. “Jika kesulitan mencapai tempat praktik dokter yang telah memberi vaksin, bisa juga ke dokter anak lain, tetapi dengan menceritakan detail kejadian sebelum, saat, dan sesudah vaksinasi,” ujar dr. Nita lagi. Setelah dipastikan gejala merupakan KIPI, dokter akan mengisi formulir khusus KIPI, yang akan ditindaklanjuti oleh Departemen Kesehatan. Selama penyelidikan dilakukan, anak mendapatkan perawatan memadai untuk mengatasi gejala yang dirasakan.

 

 

Sumber : Parenting

Artikel Lainnya

Mama, mulai sekarang jangan kebiasaan untuk menakuti anak, ya! Karena hal ini punya dampak besar terhadap psikologis anak kelak, lo! Yuk, kenali dampak menakuti si kecil di bawah ini. “Adek s...

Sistem visual anak dapat berkembang pesat selama usia 7 hingga 10 tahun, pertumbuhan usia anak ini memungkinkan cahaya lewat bolak-balik antara otak dan saraf optik menjadi berkembang. Amblyopia, y...

Mengajak anak ke museum menjadi tantangan tersendiri ya, Moms. Jangankan anak-anak, tampaknya orang dewasa saja mudah bosan kalau pergi ke museum. Padahal penting mengajak Si Kecil ke museum kare...

Sebagai orangtua, tentunya Bunda ingin anak bisa melakukan segala sesuatu dengan baik dan mandiri dalam hidupnya. Untuk menunjang hal tersebut, tidak ada salahnya Ayah dan Bunda mulai mengenalkan bebe...

WhatsApp ×
Hai Mom, kami siap membantu anda ..
Kami Online
Senin - Jumat : 08:00 - 17:00 WIB
Minggu & Hari Besar kami LIBUR
Jika ada pertanyaan silahkan menghubungi kami 🤗
......................................................