Ternyata Si Ayah Juga Bisa Baby Blues

Selasa, 25 Oktober 2016 | 15:01 WIB Penulis : Erni Wulandari


Siapa bilang baby blues alias kesedihan pascapersalinan hanya dialami oleh Bunda? Ternyata, si Ayah pun bisa mengalaminya.

Gejala baby blues pada Ayah, secara umum sama saja dengan gejala baby blues pada Bunda, yakni adanya perubahan mood, yang bisa menyebabkan emosi naik turun seperti roller coaster tanpa alasan jelas. Misalnya, mudah marah, kurang bersemangat, sulit konsentrasi, sulit mengambil keputusan, merasa kurang terikat pada bayi, dan mengalami kesulitan tidur.

Lalu, apakah ada perbedaan antara baby blues yang dialami Ayah dan Bunda alami ?

“Kalau pada Bunda, baby blues biasanya disebabkan adanya perubahan hormonal, tetapi bisa juga karena ada pengalaman melahirkan yang tidak menyenangkan atau ada trauma saat proses melahirkan. Sedangkan pada Ayah, biasanya lebih disebabkan oleh faktor situasi atau kesiapan mental,” ungkap Wulan Ayu Ramadhani, Psikolog Perkawinan & Keluarga di Klinik Rumah Hati Cilandak-Jakarta.

Lebih lengkapnya, sejumlah faktor yang dapat membuat Bunda mengalami baby blues, seperti dipaparkan berikut :

# Ketakutan memasuki kehidupan sebagai orangtua.
Kurang mempersiapkan diri atau memiliki gambaran tentang menjadi seorang papa yang berarti akan ada penambahan peran dan tanggung jawab, atau ketakutan akan “kehilangan” kebebasan setelah adanya anak.

# Kecemasan terhadap peran baru.
Adanya kekhawatiran apakah dirinya bisa menjadi seorang  yang baik atau tidak. Terutama bagi orangtua yang kurang memiliki pengalaman menyenangkan, biasanya mereka memiliki keinginan untuk menerapkan pola asuh yang berbeda dari orangtuanya terdahulu. Karena memotong pola ini tidaklah mudah, bisa muncul kekhawatiran dalam diri Ayah untuk mengulang pola yang sama dan membuatnya menjadi semakin khawatir mengenai anaknya.

# Kondisi ekonomi yang belum matang atau ketidaksiapan finansial.
Ketika memiliki anak, ada biaya-biaya yang perlu dipersiapkan. Pada kondisi tertentu bisa ada biaya tak terduga yang cukup besar untuk persalinan hingga perawatan bayi. Misalnya, untuk keselamatan ibu dan anak, yang semula bisa melahirkan normal, akhirnya harus menjalani operasi sesar, sementara biaya persalinan tak disiapkan untuk kondisi ini. Atau, bayi lahir prematur sehingga membutuhkan perawatan khusus dengan biaya tinggi. Ketidaksiapan akan membuat beban Ayah menjadi lebih berat, sehingga ia merasa tertekan karena harus menyiapkan dana di luar dugaan sebelumnya, belum lagi keperluan lainnya juga butuh banyak biaya.

# Bersaing dengan anak atau kecemasan akan kekurangan perhatian.
Dulu hanya ada Ayah dan Bunda sehingga perhatian Bunda hanya tertuju kepada Ayah. Nah, sekarang perhatian Bunda terbagi atau bahkan lebih fokus kepada anak. Belum lagi, banyak aktivitas yang dulunya bisa dijalankan berdua, kini tersisihkan karena kehadiran si kecil. Kalau Ayah tidak bisa menerima kondisi ini, cemburu, kesal, kecewa, jadilah Ayah mengalami baby blues.

# Masalah dalam keluarga.
Pada beberapa keluarga, kehadiran anak bisa menjadi tambahan beban tersendiri. Contohnya, pernikahan yang tak diinginkan, seperti perjodohan atau married by accident, hubungan dengan pasangan yang kurang harmonis, pernikahan yang tidak direstui, perselingkuhan, dan sebagainya. Stres yang sudah ada bisa bertambah dengan kelahiran bayi.

Tak semua Ayah yang mengalami baby blues bisa menyadari bahwa ia mengalami sindrom tersebut.

“Sebenarnya, kecemasan dan kekhawatiran dengan adanya perubahan, dalam hal ini kehadiran bayi di keluarga, merupakan sesuatu yang wajar”.  

Orang yang memiliki kematangan emosional baik, biasanya akan menyadari tentang apa yang ia rasakan dan kemudian emosi tersebut ia kelola. Sebaliknya, orang dengan kematangan emosional yang kurang baik, cenderung untuk mengabaikan atau tidak menyadari apa yang dirasakan dan cenderung menghindar.

“Tapi, tidak selalu seperti itu. Bisa juga karena fokus Ayah pada saat itu adalah hal lain. Misalnya, karena ia sayang sekali kepada anak dan istrinya, maka ia tahubahwa  ia perlu bekerja lebih baik lagi agar punya kemapanan finansial, sehingga ia ‘melupakan’ kekhawatirannya dengan cara bekerja dengan harapan satu kekhawatiran bisa terselesaikan,” terang Lulusan Magister Profesi Klinis Dewasa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.

 

Artikel Lainnya

Tugas kita selanjutnya adalah, perlu membangun kemampuan anak terkait dengan literasi digital seperti halnya berikut ini: Mampu menggunakan perangkat elektronik untuk mendapatkan informasi. Me...

Saat anak sudah didiagnosis ADHD maka Bunda akan berpikir bagaimana cara menyembuhkan kondisi tersebut. Bisakah ADHD disembuhkan ? Menurut dr Dharmawan A. Purnama ,SpKJ, ADHD ini sebenarnya tidak m...

Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan emosi pada anak usia tiga tahun merupakan salah satu tahapan kritis dalam pembentukan kepribadian mereka.  Pada usia ini, anak-anak mulai belajar mengi...

Tantangan yang mungkin sering ditemui oleh Bunda adalah bagaimana cara untuk mengelola emosi -terutama emosi negatif-ketika memiliki banyak tuntutan atau tekanan, terutama peran sebagai orang tua, bai...

WhatsApp ×
Hai Mom, kami siap membantu anda ..
Kami Online
Senin - Jumat : 08:00 - 17:00 WIB
Minggu & Hari Besar kami LIBUR
Jika ada pertanyaan silahkan menghubungi kami 🤗
......................................................