Ketika Si Kecil Memukul Temannya

Rabu, 19 Juni 2019 | 08:59 WIB Penulis : Erni Wulandari


Anak saya itu beberapa kali kalau lagi sedang main bersama temannya, lalu mainannya direbut, reflek temannya langsung dipukul. Cepet banget gerakannya, ampe ga sempet saya tahan tangannya. Padahal biasanya dia bisa ngomong dengan baik kalau lagi main sama saya.

Si kecil memukul ketika mainannya diambil, atau si kecil yang diam  saja, atau si kecil yang menangis mengadu ketika mainannya diambil, adalah beberapa contoh kasus yang sering dipertanyakan oleh orang tua. Saat Si Kecil tidak bisa mempertahankan hak dan keinginannya dengan cara yang sesuai, tentu orang tua merasa khawatir bahwa anaknya tidak bisa bersosialisasi dengan baik.

Mari sama-sama kita lihat dari sudut pandang perkembangan dan kemampuan anak. Mulai usia 2 tahun, Si Kecil biasanya mulai ketertarikan untuk bermain bersama anak lain. Namun karena kemampuannya untuk berempati dan melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain masih terbatas, maka pada usia ini biasanya anak masih bermain egosentris, yaitu berpusat pada dirinya sendiri. Ia masih belum bisa memahami konsep berbagi mainan bersama orang lain, sehingga ketika anak berbagi, biasanya itu masih atas pengarahan orang tua.

Memukul atau perilaku agresif lainnya seperti berteriak, adalah respon refleks si Kecil untuk mengekspresikan dirinya. Ketika kemampuan verbalnya masih terbatas dalam mengekspresikan apa yang ia rasa dan butuhkan, maka respon tercepat yang bisa dikeluarkan sebagai bentuk protes adalah agresif. Bukan berarti si Kecil ini adalah anak yang kasar. Moms mungkin bisa melihat situasi ini sebagai ketidaktahuan si Kecil tentang perilaku yang tepat.

Bagaimana membantu si Kecil agar bisa menyelesaikan konfliknya dengan baik? Ingat ya Moms, yang kita ajarkan kepada si Kecil adalah menyelesaikan, bukan menghindari, karena konflik saat bersosialisasi pada anak-anak adalah hal yang umum terjadi. Berikut beberapa langkah yang bisa Moms lakukan:

 

1. Bantu anak mengenali mengenali perasaan dan kebutuhan dirinya sendiri

Mengidentifikasi emosi yang dirasakan serta penyebabnya bisa membantu anak solutif dalam menentukan apa yang ia butuhkan. Alih-alih hanya memeluk dan menenangkan si Kecil, Moms bisa bantu memberikan “nama” pada situasi yang terjadi. “Kamu sebal ya mainannya diambil padahal masih ingin kamu mainkan.”; “Kamu sedih ya karena teman tidak mau bermain bergantian/bersama-sama.” Untuk bisa membantu si Kecil memahami situasi sosialnya, tentu Moms perlu untuk mengawasi si kecil ketika sedang bermain.

 

2. Berikan alternatif solusi

Hindari menyelesaikan permasalahan anak di depan. Artinya, Moms bisa mulai dengan menanyakan dulu dengan apa yang si kecil inginkan/butuhkan. “Jadi, sekarang yang mau kamu lakukan apa?” atau “Sekarang apa yang kamu butuhkan untuk membuatmu merasa lebih baik?” Dengan demikian, si kecil terbiasa untuk merefleksi dulu tentang kebutuhannya, tidak sekedar melakukan apa yang diinstruksikan orang lain. Bila memang si Kecil belum tahu, maka Moms bisa memberikan beberapa alternatif solusi, seperti apakah kamu mau mencoba ngomong baik-baik ke teman yang tadi mengambil? Apakah kamu ingin disini dulu dipeluk Moms?

 

3. Berikan kesempatan bermain bersama anak lain

Practice makes perfect. Ya tidak sempurna juga, tapi justru dengan sering bermain bersama anak lain yang memiliki gaya bermain yang berbeda-beda, si Kecil akan mendapatkan semakin banyak pengalaman tentang interaksi sosial. Ia akan meningkatkan kemampuannya menyelesaikan konflik secara mandiri.

Tidak hanya si Kecil yang perlu belajar untuk mengatasi konflik dengan baik, tapi seringkali Moms dan Dad pun perlu belajar untuk mendampingi anak yang sedang belajar. Karena terkadang, orang tua yang tidak siap melihat anaknya sedih karena berkonflik, secara tidak disadari justru terlalu melindungi si kecil sehingga membatasi pengalaman belajarnya. Tiga hal yang perlu dilakukan Moms dan Dad untuk membantu si kecil belajar adalah (1) Bersikap tenang; (2) Responsif, namun tidak reaktif; dan (3) Selalu ingat bahwa anak masih belajar, sehingga kesalahan bisa terjadi.

 

 

 

Sumber: Sahabatibupintar

Artikel Lainnya

Stunting merupakan kondisi serius pada anak yaitu kondisi gagal tumbuh yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis dan ditandai dengan tinggi badan anak di bawah rata-rata atau anak sangat pende...

Anak usia 3-4 tahun takut gelap, wajar saja. Sebab menurut Jenn Berman, PhD, terapis keluarga di Beverly Hill, Amerika Serikat, takut gelap biasa dialami oleh balita usia ini, yang imajinasinya memang...

Sewaktu kecil, mungkin sebagian Ibu pernah merasakan cara belajar menggambar tanpa kebebasan berimajinasi dan berkreasi. Misalnya, saat belajar menggambar pemandangan, biasanya identik dengan 2 gunung...

Jangan risau jika Si Kecil dilahirkan dengan rambut yang tak lebat, meski beberapa bayi lain justru sebaliknya. Pasalnya, membandingkan tumbuh kembang sang buah hati dengan lainnya tidak akan pernah a...

WhatsApp ×
Hai Mom, kami siap membantu anda ..
Kami Online
Senin - Jumat : 08:00 - 17:00 WIB
Minggu & Hari Besar kami LIBUR
Jika ada pertanyaan silahkan menghubungi kami 🤗
......................................................