Alhamdulillah, Rubi termasuk bayi yang sehat karena hampir jarang sakit, tapi sekalinya sakit Rubi kena diare, sudah 2 kali, sampai ada darahnya. Lain itu paling pilek, itupun juga bukan pilek yang pa...
Rabu, 30 November 2022 | 18:18 WIB Penulis :
Bertengkar memang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan pernikahan, tetapi sebaiknya hindari melakukan ini di depan anak. Dalam jangka panjang ini dapat merusak kesehatannya, terutama secara mental.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh University of Oregon menemukan bahwa efek ini dapat mulai dirasakan pada bayi berusia 6 bulan. Ya, sejak usia bayi, menyaksikan pertengkaran orang tua juga sudah dapat memberikan pengaruh negatif.
Studi lain menunjukkan bahwa anak usia remaja hingga dewasa muda (sekitar 19 tahun) pun masih sangat peka terhadap konflik dalam pernikahan orang tua mereka.
Ini menunjukkan bahwa anak-anak dari segala usia, mulai dari bayi hingga dewasa awal, dapat terpengaruh oleh kondisi pernikahan orang tua dan kebiasaan dalam menyelesaikan masalah. Para peneliti percaya bahwa pernikahan dengan konflik tinggi berdampak pada kesehatan mental anak.
Dalam jangka panjang, berikut beberapa efek jika orang tua sering bertengkar di depan anak seperti dilansir berbagai sumber:
Dilansir Parenting First Cry, ketika anak sering melihat orang tuanya bertengkar, ini dapat memicu masalah kontrol emosi dalam diri mereka. Anak jadi belajar bahwa marah dan berteriak-teriak adalah cara untuk menyelesaikan masalah.
Dengan demikian, mereka jadi terbiasa menyelesaikan masalah dengan cara yang demikian juga.
Bertengkar di depan anak, apalagi sampai melibatkan fisik, dapat menyebabkan tekanan emosional yang luar biasa. Jika kondisi ini terus-menerus terjadi, risikonya bisa memicu kecemasan dini dan masalah kesehatan mental lainnya.
Anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga pada tahap awal kehidupan mereka juga disebut memiliki risiko lebih tinggi terhadap masalah harga diri.
Pada dasarnya, anak-anak meniru apa yang mereka lihat dilakukan oleh orang tua. Jika Ayah dan Bunda terus bertengkar, kemungkinan besar anak akan tumbuh dengan mempelajari hal yang sama.
Akibatnya, hubungan anak kelak dengan pasangannya bisa ikut terkena dampaknya. Selain itu, risiko lainnya yakni anak juga justru menghindari hubungan sosial dengan orang lain karena luka trauma.
Tak cuma secara mental, kebiasaan bertengkar di depan anak juga dapat merusak kesehatannya secara fisik. Kondisi ini dapat membuat anak-anak merasa cemas, tertekan, dan tidak berdaya.
Anak juga sangat mungkin jadi memiliki gangguan pola makan, sulit tidur, serta masalah perilaku seperti fobia.
Perasaan campur aduk antara malu, bersalah, tidak berharga, dan tidak berdaya yang disebabkan karena sering melihat orang tua bertengkar dapat berdampak buruk pada kesehatan mental anak.
Akibatnya, ia mungkin akan merasa sulit untuk mempertahankan citra diri yang baik seiring bertambahnya usia.
Terus-menerus melihat orang tua bertengkar juga dapat membuat pikiran anak jadi 'sibuk'. Ini terjadi karena otak anak terus-menerus berada dalam ketakutan dan ketidakpastian.
Dampaknya anak jadi sulit fokus saat belajar di sekolah, karena pikirannya teralihkan dengan hal lainnya.
Sebuah studi tahun 2013 yang diterbitkan di jurnal Child Development menemukan bahwa stres yang terkait dengan konflik pernikahan orang tua berpotensi mengganggu fungsi kognitif anak.
Para peneliti menemukan bahwa ketika orang tua sering bertengkar, anak-anak jadi lebih sulit mengatur perhatian dan emosinya. Demikian dikutip dari Very Well Family.
Kemampuan anak untuk memecahkan masalah dengan cepat dan menerima informasi baru juga dapat terganggu. Sementara itu, penelitian lain menemukan bahwa hidup dalam keluarga berkonflik tinggi meningkatkan risiko anak sering mendapatkan nilai buruk.
Source : https://www.haibunda.com/
Alhamdulillah, Rubi termasuk bayi yang sehat karena hampir jarang sakit, tapi sekalinya sakit Rubi kena diare, sudah 2 kali, sampai ada darahnya. Lain itu paling pilek, itupun juga bukan pilek yang pa...
Sistem visual anak dapat berkembang pesat selama usia 7 hingga 10 tahun, pertumbuhan usia anak ini memungkinkan cahaya lewat bolak-balik antara otak dan saraf optik menjadi berkembang. Amblyopia, y...
Keamanan digital keluarga selalu menjadi kekhawatiran orang tua, dan saat ini hal tersebut semakin penting untuk diperhatikan setelah sekolah online menjadi cara belajar-mengajar yang utama....
Sebaiknya anak-anak yang belum akil baliq berpuasa setengah hari saja, atau boleh berpuasa penuh? Bagaimana pengaruh puasa terhadap tumbuh-kembang mereka? Dalam Islam, puasa berarti tidak mengonsum...