Apa itu gingivitis? Gingivitis (radang gusi) adalah penyakit akibat infeksi bakteri yang menyebabkan gusi bengkak karena meradang. Penyebab utama kondisi ini adalah kebersihan mulut yang buruk. ...
Rabu, 10 April 2019 | 16:23 WIB Penulis : Erni Wulandari
Menolong dapat menimbulkan perasaan bahagia tidak hanya pada orang yang ditolong, tetapi juga yang melakukannya. Demikian dikatakan psikolog Lusi Nur Ardhiani, S.Psi, M.Psi. Lusi menjelaskan, berdasarkan pemindaian otak ketika kita melakukan aktivitas menolong, ada area di otak tengah yang menyala. Sama halnya ketika seseorang mendapat hadiah, ucapan terima kasih, atau melihat pemandangan indah. Daerah otak tengah yang menyala itu, menurut Lusi, menandakan perasaan bahagia.
“Berdasarkan scanning otak, ketika kita melakukan aktivitas menolong, ada area otak tengah yang menyala. Yaitu daerah yang akan menyala juga ketika kita mendapat hadiah, merasa senang ketika melihat orang ganteng, mendapat ucapan terima kasih itu areanya nyala,” terang Lusi ketika ditemui di Yogyakarta pada acara Media Trip #BerliburDenganHati yang diselenggarakan PermataBank, 2 November 2017.
Namun menurut Lusi ucapan terima kasih bukan menjadi pakem bagi menyalanya area otak tengah itu. Tanpa memperoleh ucapan terima kasih, kata Lusi, orang yang menolong tetap akan bahagia dan merasa menerima sesuatu karena telah berbuat untuk orang lain. Lusi juga menambahkan bahwa sebenarnya dengan menolong orang lain sama artinya kita memberikan sesuatu untuk diri kita sendiri. “Jadi kita itu merasa bermanfaat untuk orang lain,” ujar Lusi yang juga menjadi dosen psikologi di Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan itu.
Untuk menumbuhkan kesenangan anak menolong orang lain, Lusi menerangkan, orang tua punya peran penting dengan melatih anak sejak dini. “Sebenarnya 2 tahun ke atas itu anak sudah paham mekanisme reward, dipuji, diajak berbagi. Memang egonya masih besar. Tapi seiring berjalannya waktu, dia akan mempelajari perilaku mana yang orang tuanya itu memberi respon positif, akan dia ulangi. Kalau dia mau berbagi, sharing mainan, itu sudah mulai dipupuk dari kecil,” terang Lusi. “Pada tahap selanjutnya, ketika anak sudah mulai umur 7 tahun, kemampuan berpikir abstrak sudah mulai baik, bisa diajak merayakan ulang tahun di panti asuhan. Dikasih tahu betapa masih banyak anak yang kurang mampu yang tidak punya orang tua,” demikian papar Lusi.
Contoh dampak positif dari aktivitas menolong ini Lusi terapkan pada mahasiswanya yang broken home. Lusi ajak mereka mengunjungi panti asuhan, kemudian dari kegiatan tersebut mahasiswanya jadi punya konsep diri yang positif karena melihat banyak anak yang kurang beruntung di panti asuhan.
“Kalau dari kecil anak sudah ditanamkan gemar menolong, berbagi mainan, merayakan ulang tahun di panti asuhan, nanti ketika dewasa anak bisa memahami dan memiliki rasa bersyukur pada yang ia miliki, tidak lagi menjadi orang yang egois,” tutur wanita berjilbab itu. (Alika Rukhan)
Sumber : parenting
Apa itu gingivitis? Gingivitis (radang gusi) adalah penyakit akibat infeksi bakteri yang menyebabkan gusi bengkak karena meradang. Penyebab utama kondisi ini adalah kebersihan mulut yang buruk. ...
Pertumbuhan dan perkembangan yang tepat untuk Si Kecil harus ditunjang dengan asupan makanan yang sehat. Saat Si Kecil makan dengan lahapnya, sebagai orang tua pasti sangat se...
Bunda pasti pernah kesulitan menyisir rambut anak. Ada satu kondisi yang di kenal dengan uncombable hair atau sindrom rambut sulit disisir yang kerap terjadi pada anak perempuan di masa kanak-k...
Penyebab Diare pada Anak Diare adalah buang air besar yang frekuensinya lebih sering dan konsistensi feses lebih encer dari biasanya. Ada kalanya anak yang terkena diare juga mengalami mual, munta...