Kasus kejahatan seksual terhadap anak bukan hal baru. Belakangan ini, kasus yang terungkap oleh kepolisian dan meresahkan masyarakat, yaitu grup Facebook Loly Candy’s, yang memuat konten pornogr...
Selasa, 16 Juni 2020 | 12:24 WIB Penulis :
Sodium lauryl sulphate (SLS) adalah surfaktan dan deterjen sintetis. Surfaktan berarti menghasilkan gelembung. SLS disebut juga anionic surfactant, dalam istilah yang sangat sederhana, mengurangi ketegangan permukaan terhadap air agar bisa membasahi serat dan permukaan lalu membersihkan kotoran dan minyak.
SLS banyak digunakan pada produk perawatan diri seperti sabun, sampo, dan pasta gigi. SLS juga dipakai pada produk industri seperti sabun cuci mobil dan pembersih lantai. Selain cairan pencuci piring dan deterjen pakaian, SLS juga ada pada kondisioner rambut. SLS jadi cara paling efektif mengangkat minyak dan kotoran dari rambut karena langsung menjebak kotoran berminyak dan lalu menghilangkannya.
SLS ditambahkan ke sabun dan pasta gigi untuk mendapatkan efek pekat dan kemampuannya menciptakan busa. SLS banyak digunakan karena harganya murah dan sangat efektif membersihkan kotoran. Efek busa sabun sebenarnya tidak meningkatkan kemampuan untuk membersihkan, tapi untuk alasan visual.
SLS Di Produk Bayi
Kabar baiknya, SLS jarang digunakan di produk bayi. Produk bayi biasanya menggunakan deterjen yang lebih ringan, yang disebut sodium laureth sulphate (SLES). Kedua nama ini sangat mirip sehingga kadang membingungkan.
Bahaya SLS
Paparan pada SLS dalam jumlah banyak bisa menyebabkan iritasi kulit dan peradangan (dermatitis). Gejala yang timbul bisa berupa kering, kasar, dan kemerahan di kulit. Tapi iritasi kulit akibat paparan SLS paling mungkin terjadi setelah kontak dengan produk yang digunakan untuk tujuan industri. Produk ini biasanya menggunakan SLS tingkat tinggi. Produk perawatan kulit memiliki kandungan SLS yang jauh lebih rendah.
Ada juga beberapa rumor terkait bahaya SLS. Salah satunya mengklaim kalau SLS bisa merusak mata dan memicu kebutaan. Ada juga dugaan SLS menyebabkan kanker. Tapi semua rumor ini tidak berdasar.
SLS tidak menyebabkan kanker atau kerusakan mata. Tapi seperti kebanyakan deterjen, SLS bisa menimbulkan iritasi kulit. Jumlah iritasi yang disebabkan oleh SLS meningkat bila:
Meski kita tahu kalau tingkat SLS yang tinggi bisa menyebabkan iritasi kulit, persentase kandungan SLS yang sebenarnya sering kali tidak terdaftar pada label produk. Sehingga sulit untuk mengetahui berapa banyak SLS dalam sebuah produk.
Kendati tak ada yang perlu dicemaskan tentang kanker atau masalah mata, kulit bayi yang lembut bisa lebih sensitif terhadap sabun atau deterjen dibanding kulit orang dewasa. SLS memang menyebabkan iritasi, tapi deterjen biasanya tidak tertinggal di kulit untuk waktu lama sebelum dibilas. Ketika digunakan dengan cara yang tepat, produk yang mengandung SLS tidak akan menyebabkan iritasi kulit pada kebanyakan bayi dan anak kecil.
Melindungi Kulit Bayi Dari SLS
Kebanyakan produk bayi tidak mengandung SLS, jadi akan lebih mudah untuk melindungi bayi Anda. Karena kecemasan konsumen terhadap kandungan SLS, semakin banyak produk yang diklaim bebas kandungan SLS. Tapi kalau masih belum yakin, Anda bisa melakukan pencegahan sederhana. Berikut caranya:
Bila Anda berusaha menghindari produk yang mengandung SLS, periksa komposisi bahan pada label produk untuk beberapa nama lainnya, termasuk:
SLS sebenarnya deterjen surfaktan yang paling lembut. SLS dekat hubungannya dengan SLES, yang lebih ringan dan sering ada pada sampo dan pembersih untuk kulit yang sensitif. Tapi keduanya bisa menyebabkan iritasi.
Bahaya SLS kurang berpotensi ketika produk digunakan untuk waktu singkat dan tidak berkelanjutan, diikuti dengan pembilasan dari permukaan kulit yang menyeluruh. Ini berarti Anda gunakan produk pada kulit, rambut, atau gigi lalu bilas dengan baik.
Deterjen manapun bisa bersifat keras pada kulit dan rambut karena menghilangkan minyak alami dan bisa memperburuk dermatitis. Untuk alasan lain, banyak keluarga memilih menggunakan produk bebas SLS pada kulit bayi.
Selain menyebabkan iritasi kulit, berikut ini beberapa alasan lain untuk tidak menggunakan produk yang mengandung SLS:
Anak tumbuh dan berkembang dengan cepat dan tak ada penelitian lengkap tentang efek beberapa bahan kimia pada perkembangan anak. Anak kecil lebih rentan terhadap racun dan polusi dibanding orang dewasa. Bayi perlu waktu berbulan-bulan untuk bisa kembali normal lagi saat mengalami masalah kulit. Jadi orang tua perlu berhati-hati dalam penggunaan produk sabun, sampo, popok, dan pelembab.
Dibanding berat badannya, anak makan lebih banyak, minum lebih banyak, menghirup udara lebih banyak dibanding orang dewasa. Ini menyebabkan mereka memiliki risiko tinggi terpapar bahan kimia dan polusi dari udara, makanan, dan produk perawatan bayi yang digunakan pada kulit. Disinilah pentingnya peran orang tua dalam memilih produk perawatan bayi yang baik. Membaca label produk tetap penting untuk memastikan tidak ada bahan kimia yang bisa merusak kulit si buah hati.
Sumber : ibupedia.com
Kasus kejahatan seksual terhadap anak bukan hal baru. Belakangan ini, kasus yang terungkap oleh kepolisian dan meresahkan masyarakat, yaitu grup Facebook Loly Candy’s, yang memuat konten pornogr...
Mengapa banyak mainan anak-anak dibuat berwarna kuning dan merah, sementara warna kebanyakan seragam petugas keamanan atau satpam adalah biru gelap, atau juru rawat berseragam hijau pupus selain putih...
Penyakit batuk pilek pada anak sangat umum terjadi terutama saat kondisi cuaca kurang menentu. Apalagi kalau sudah masuk musim pancaroba nih, virus biasanya lebih mudah menyebar melalui percikan atau ...
Anda pasti sangat khawatir saat melihat anak tidur berjalan. Sebenarnya, apa sih penyebab dan solusi terhadap kebiasaan tidur berjalan anak ini? Dilansir dari Verywell Health, tidur berjalan atau s...